Minggu, 20 Januari 2008

persamaan gender menurut islam

Persamaan Gender dalam pandangan islam.Kehidupan masyarakat yang telah berjalan dengan tatanan hidupnya, terperangah dengan kata yang bernama Gender/persamaan . Apa dan mengapa, merupakan sebuah pertanyaan yang layak untuk di kemukakan. Masyarakat dengan tatanan kehidupannya berjalan mengalir begitu saja. Sebuah pemberontakan yang dilakukan sekelompok perempuan dan orang-orang yang katanya peduli pada perempuan, telah menjadi fokus perhatian dunia. Tatanan kehidupan yang kapitalis liberalis: telah melahirkan kekuatan maya, yang bernama hukum rimba. Walaupun sudah banyak bermunculan kota-kota sebagai komunitas kehidupan masyarakat, namun sistem masyarakat kapitalisme-liberalisme dan sekulerisme telah menjadikan kota-kota tersebut menjadi belantara hutan rimba. Tidak perlu jauh-jauh, kita sendiri bisa menyaksikan bahkan mengalaminya sebuah kondisi, betapa siapa yang kuat maka dia yang dapat dan menang. Atau yang kuat selalu menindas dan memakan yang lemah. Keadilan kemakmuran, dan kejujuran serta kasih sayang hanya sampai pada kalimat-kalimat puitis. Kapital ataupun modal telah menjadi penentu siapa yang akan menjadi policy maker. Dalam tatanan kapitalisme-liberalisme semua bisa dibeli dengan uang, entah itu jabatan, hukum, hawa nafsu, bahkan manusia sekalipun. Sehingga kidakpuasan, kekesalan, dan kebingungan telah menjadi sebuah ledakan yang membelalakan status quo. Kondisi yang demikianlah Membuat wanita dalam system Kapitalisme-sekuler menuntut adanya persamaan gender.Namun, mereka sudah tidak dapat lagi membedakan mengapa mereka tertindas dalam sistem kapitalisme-liberalisme dan sekulerisme, dengan hidup mulia dalam sistem Islam. Semuanya dilawan dan dianggap sebagai biang ketidakadilan dan ketertindasan wanita. (dengan kata lain para feminis tersebut tertindas dalam system kapitalisme sekulerisme namun menyalahkan sistem Islam). Mereka yang awam tentang syariat Islam dan jauh dari nilai-nilai Islam itu menuduh syariat Islam tidak adil pada perempuan. Padahal jika manusia jujur melihat yang nyata. Bahwa konsep system Islam telah termanifestasikan dalam diri manusia. Kejujuran akan menghantarkan mereka menyaksikan bahwa hanya syariat Islamlah yang memuliakan wanita sebagaimana firman Allah SWT: ^^Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya.^^(Qs. An Nuur: 31) Menurut para mufasirin seperti Imam Jalalain, Ibnu Katsir, Al Qurthubi dll, yang dimaksud kalimat [u]yang biasa nampak dari pada wanita[/u] yaitu muka dan telapak tangan. Demikian halnya firman-Nya: Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al Ahzab: 59).Dalam kehidupan Islam para wanita sangat elok dan terhormat, aurat mereka tertutup rapat, sehingga menjadi mulia. Maka Apabila ada wanita yang keluar rumah tidak memakai jilbab maka orang akan tahu bahwa dia wanita budak atau kafir. Kemuliaan wanita juga diwujudkan syariat Islam dengan sabda Rasulullah SAW : [u]Surga itu di bawah telapak kaki ibu[/u] (HR. Ahmad). Sementara dalam masalah kepemimpinan Negara serta jabatan politis yang menuntut tanggung jawab besar agar negara menjadi kuat dan kokoh, serta penuh kemakmuran dan keadilan Islam mewajibkan laki-laki. Sementara dalam sektor publik : seperti dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, bekerja, menjadi anggota majelis umah (wakil rakyat) jual beli dll, syariat Islam membolehkan wanita berperan aktif di dalamnya senyampang dapat terjaga kehormatannya, serta fungsinya sebagai ibu tidak terlantar. Aktifitas para genderis itu sungguh aneh. Apa yang mereka perjuangkan dan mengapa justru memusuhi sistem Islam yang merupakan sumber kebaikan dan rahmat bagi alam semesta. Aneh memang, mengapa mereka menuduh sesuatu sementara mereka tidak tahu apa yang mereka tuduhkan? Dimana logika mereka yang selama ini di agung-agungkan? Bukankah gerakan femenisme dan genderime itu muncul akibat penindasan para lelaki yang tidak beriman? Atau setidaknya jika mereka beriman tetapi hidupnya dengan sistem kapitalisme-sekulerisme. Mengapa justru bukan sistem hidup mereka yang jelas-jelas sudah tidak layak lagi di gunakan itu, diganti dengan sistem lain. Sistem Islam justru memuliakan wanita/perempuan.Mereka pun alergi dengan kata wanita yang cenderung lembut, halus dan taat. Kata perempuan menurut mereka lebih pas. Memang kesan kata perempuan lebih menantang. Sering para penyair menggunakan kata perempuan-perempuan yang di rangkai dengan kata jalang, sehingga kesan menantang dan perlawanan cukup kental. Jika mereka tetap menuduh Islam dan para pejuangnya berarti ada sesuatu dibalik perlawanan itu yakni para feminis/genderis. Mereka adalah manusia absurd.Gerakan femenisme dengan gendernya telah menjadi kuda tunggangan Barat dan kompradornya untuk menghantam rival ideologis yakni Islam dan para pejuangannya. Oleh karena itu, mereka telah memunculkan orang-orang pembenci Islam dan para pejuangannya dengan berbagai statemen serta pendapat anti Islam. Bahkan tidak segan-segan dengan memutarbalikan dalil-dalil yang menjadi pijakan Kaum Muslimin. Sementara media massa telah menjadi saluran massif bagi terwujudnya gerakan tersebut. Mereka selalu mempropagandakan pembelaan pada wanita untuk keadilan, kesetaraan, kemakmuran dan sederet alasan yang nampak baik. Mereka tidak pernah mengungkap fakta sebenarnya. Dampak program gender itu telah menjadi petaka bagi masyarakat, perempuan dan khususnya kaum muslimin. Dengan istilah Gender Mainstreaming (pengarusutamaan gender), KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender), bias gender, mereka telah mengharu biru masyarakat menuju petaka dunia dan akhirat. Lihatlah dengan konsep tersebut banyak isteri yang durhaka pada suami, berkembangnya free sex di kalangan remaja dengan ATM kondom, perselingkuhan kalangan orang tua dan perceraian, pelacuran baik terang-terangan ataupun tersembunyi yang di picu dengan pornografi dan pornoaksi baik di dunia nyata maupun maya, maraknya HIV-AIDS akibat pelacuran, Bahkan di Barat telah terjadi lost of generation (generasi yang hilang) sebab para wanita tidak mau menikah alih-alih hamil, karena hal itu dianggap bentuk kekerasan pada wanita. Sebuah contoh, demi mengejar kekayaan materi dan kebebasan mereka mengabaikan peran wanita sebagai ibu yang dampak signifikan bagi negara yang telah menerapkan konsep-konsep gender, melalui berbagai cara termasuk lewat undang-undang,Salah satu contoh di Denmark dan Norwegia memiliki partisipasi paling tinggi di dunia dalam hal perempuan bekerja. Di Norwegia pada tahun 1963 wanita pekerja hanya 14% yang punya bayi, pada tahun 1969 meningkat 69%. Pada tahun 1985 di Denmark hanya 5% anak-anak di bawah 6 tahun yang mendapat asuhan dari ibunya. Negara-negara di Skandinavia terkenal dengan tingkat ketidakstabilan atau perpecahan keluarga yang paling tinggi di dunia saat ini. Angka perceraian meningkat 100% dalam kurun waktu 20 tahun. (Ratna Megawangi dalam bukunya Membiarkan Berbeda, 2003). Sadar atau tidak para pengusung gender dan feminis telah menciptakan malapetaka dan menimbulkan kemurkaan Allah SWT.Kita saksikan berbagai kemaksiatan termasuk para feminisme dan genderisme telah menimbulkan adzab Allah SWT dengan multi bencana. Naudzubillahi mindzalik.Gender yang telah menjadi istilah baru bukan lagi sekedar jenis kelamin, namun sudah terkait dengan posisi sosial dan budaya. Istilah tersebut telah berhasil membuat alibi guna mempecundangi politisi maupun tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Betapa tidak, mereka telah meloloskan berbagai undang-undang untuk memaksakan ide-ide feminisme dengan gendernya. Mereka berangan-angan dengan ide gender itu masyarakat dapat hidup dengan baik, padahal survey telah membuktikan hal tersebut menghasilkan malapetakaHingar bingar suara gender terus menggelinding di negeri ini. Penolakan kalangan orang-orang shalih yang mengetahui sesuatu yang disembunyikan kalangan genderisme juga semakin massif. Namun, kekuatan media massa sekali lagi telah menelikung para pejuang Islam. Propaganda gender dengan berbagai alasan manipulatif terus di dengungkan media massa sehingga telinga para wanita yang kebetulan sedang naas nasib kehidupannya langsung bergabung tanpa reserve terlebih dahulu.Terlebih lagi program-program yang mereka buat telah di buck up oleh pemerintah melalui menteri pemberdayaan perempuan. Posisi tersebut telah menggunakan stake holder birokrasi sampai ke desa-desa dalam rangka menerapkan atau pun memaksakan pada masyarakat. Sebab apabila ada anggota masyarakat ibu-ibu atau perempuan tidak ikut ambil bagian akan digunjing atau dilecehkan para aktifisnya dengan berbagai kata-kata negatif: eksklusif, tidak gaul, udik, kuper,katrok tidak taat pada lurah, dll. Intinya mereka memaksakan kehendak, walaupun dalam dunia publik mereka bilang sukarela, tidak memaksa dll. Oleh karena itu, daya rusak yang difasilitasi negara akan berpengaruh dalam sekala luas. Di sinilah yang harus dikritisi oleh berbagai elemen masyarakat yang peduli. Apa yang bisa diharapkan dengan kondisi yang demikian itu? Nothing… jawabnya jika kita jujur pada diri kita.Anehnya propaganda gender seperti menghipnotis para kuli tinta sehingga dilangsir diberbagai media massa. Upaya publikasi itu nampak jelas dipaksakan untuk dipublikasikan. Siapa yang memaksakannya? Tentu bos-bos mereka yang mendambakan siksa neraka jahanam. Wallahu alam bi Ash Showwab.Sumber Quthub Amrullah, S.S. seorang pemerhati dan pejuang masalah syairat islam

Minggu, 04 November 2007

tugas_ 6

SYARAT MENJADI EVALUATOR SEBAGAI BERIKUT:
1. Mampu melaksanakan, adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
2. Cermat, adalah mereka dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
3. Objektif, adalah mereka tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
4. Sabar dan objektif, adalah agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrument, mengumpulkan data, dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
5. Hati-hati dan bertanggung jawab, adalah melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung risiko atas segala kesalahannya.

Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluator program ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menentukan asal evaluator harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan dengan program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut evaluator dapat dikalsifikasikan menjadi dua macam, yaitu evaluator dalam (internal evaluator) dan evaluasi luar (eksternal evaluator).
Internal Evaluator adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari internal evaluator yaitu:
Kelebihan:
Pertama, Evaluator memahami betul program yang dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain evaluasi tepat pada sasaran. Kedua, Karena evaluator aalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.
Kekurangan:
Pertama, Adanya unsure sebjektifitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif. Kedua, Karena sudah memahami seluk beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehinga kurang cermat.
Eksternal Evaluator adalah orang-orang yang tidak terkait dengan kebijakan dan implementasi program. Mereka berada di luar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau berada di luar program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan keinginan mereka sendiri, maka tim evaluator luar ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.
Kelebihan:
Pertama, Oleh karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program maka evaluator luar dapat bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan. Apa pun hasil evaluasi, tidak akan ada respons emosional dari evaluator karena tidak ada kepentingan untuk memperlihatkan bahwa program tersebut berhasil. Kesimpulan yang dibuat akan lebih sesuai dengan kenyataan dan keadaan. Kedua, Seorang ahli yang dibayar biasanya akan memprtahankan kredibibilitas kemampuannya. Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.
Kekurangan:
Pertama, Evaluator luar adalah orang baru yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dn mempelajari seluk-beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk mengevaluasi. Kedua, Pemborosan, pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk membayar evaluator bebas.
Untuk menghasilkan evaluasi yang baik, maka petugas evaluasi harus berasal dari dalam dan luar program, yaitu gabungan antara orang-orang di dalam program digabung dengan orang-orang dari luar. Sedangkan perbedaan menonjol antara evaluator luar dengan evaluator dalam adalah adanya salah satu langkah penting sebelum mereka mulai melaksanakan tugas. Oleh karena evaluator luar adalah pihak asing yang tidak-tahu menahu dan tidak berkepantingan dengan program, yang diasumsikan belum memahami seluk-beluk program maka terlebih dahulu tim tersebut perlu mempelajari program yang akan dievaluasi.

Senin, 22 Oktober 2007

sinta tugas-resensi

EVALUASI PENDIDIKAN

Susunan : Drs. H. Daryanto

Penerbit : PT. RINEKA CIPTA, Jakarta. 2005

Tebal : 227 halaman + XVI

Tidak dapat kita ingkari, bahwa Evaluasi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal pekerjaan ataupun perbuatan, dan takalah penting dalam hal pendidikan, hal ini untuk mengetahui hasil apa yang telah di kerjakan. Oleh karena itu sebagai mahasiswa dan masyarakat yang madani terdorong untuk lebih banyak mengetahui dan mengenal berbagai istilah dalam evaluasi dan cara mengamalkannya atau dalam menerapkannya, oleh sebab itu buku Evaluasi ini mempunyai arti yang cukup besar bagi para Dosen/guru, mahasiswa, serta masyarakat untuk memperdalam pemahaman tentang evaluasi ( khususnya dalam bidang pendidikan ) dan mampu menerapkannya, akan tetapi sayangnya buku yang menjadi rujukan ini belum banyak di kenal orang luas.

Pada Buku ini penulis menyimpulkan bahwa evaluasi berarti pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakan dalam kenyataannya terjadi perubahaan dalam diri peserta didik dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan yang terjadi pada peserta didik, dan penulispun mendefinisikan evaluasi dalam penididikan sebagai kegiatan penilaian yang terjadi dalam kegiatan pendidikan dengan tujuan melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh peserta didik dalam hal ini siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.

Tanpa disertai petunjuk penggunaannya. Buku ini seperti lazimnya kita jumpai pada buku-buku lainya, pembaca langsung hanya disuguhi pejelasan berbagai istilah dan berbagai macam devinisi yang diambil dari para ahli evaluasi terdahulu, tanpa mengambil kesimpulan pendapat mana yang diambil dan pergunakan sebagai bahan catatan penulis.

Buku yang tebalnya 227 halaman ini, dimaksudkan oleh penyusun untuk para mahasiswa yang mendalami Ilmu Tarbiyah atau mahasiswa jurusan kependidikan juga untuk para praktisi pendidikan, maka dapat dipahami bahwa penjelasan tentang evaluasi yang dimuat pada buku ini pada umumnya terbatas hanya pada istilah –istilah yang harus difahami dan dikenal oleh para mahasiswa lewat pelajaran evaluasi pendidikan.

Bpk. Drs. H. Daryanto, melalui buku ini berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengkaji dan memberi pemahaman tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan evaluasi dan pendidikan yanga terjadi di Indonesia, dan untuk bahan penulisan, penulis menyesuaikan dengan silabus kurikulum Nasional Strata 1. Yaitu : Konsep dasr pendidikan , klasifikasi tujuan instruksional, tehnik evaluasi, pengukuran ranah kognitif efektif dan psikomotorik dalam pendidikan Agama Islam, prosedur pelaksanaan evaluasi, analisis butir-butir Instrumenevaluasi, dan intrerpretasi nilai evalusi.

Dan sebagai penutup, ada catatan lain yang perlu saya sampaikan dalam timbangan ini, Buku yang berjudul Evaluasi Pendidikan ini sebaiknya tidak dijadikan bahan sebagai buku rujukan, walaupun pada halaman-halaman terakhir penulis menyampaikan bahan-bahan rujukannya, akan tetapi pada dasarnya masukan yang paling barulah yang sangat diperlukan, kendatipun masih terdapat kelemahan, baik dilihat dari segi tekhnis penyusunan maupun isi. Akan tetapi buku ini juga bisa disimak oleh para pelajar untuk lebih mengerti arti evaluasi yang mereka lakukan pada rangkaian proses belajar mengajar.

Senin, 01 Oktober 2007

sinta_tugas 4 (jenis validitas)

Validitas

Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :

Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.

Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :

1. Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas

2. Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi yang berbeda pada situasi tertentu

3. Hipotesis tersebut diuji secara logis dan empiris.

Dalam upaya memperoleh validitas konstruk, maka seorang peneliti perlu mencari apa saja yang menjadi suatu kerangka konsep agar dapat menyusun tolok ukur operasional konsep tersebut. Pencarian kerangka konsep menurut Djamaludin Ancok dapat ditempuh beberapa cara :

1. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para akhli yang tertulis dalam buku-buku literatur.

2. Mendefinisikan sendiri konsep yang akan diukur, jika tidak diperoleh dalam buku-buku literatur

3. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.

Mengingat pentingnya pendefinisian suatu konsep yang ingin diukur, maka seorang peneliti perlu mencermatinya, sebab definisi suatu konsep perlu dikembangkan dari mulai definisi teoritis, definisi empiris, sampai definisi operasional (dapat dipadankan dengan konsep teori, konsep empiris, konsep analitis/operasional, atau dengan konsep, dimensi, dan indikator) pemahaman definisi tersebut dapat dijadikan awal yang strategis untuk penjabaran konsep sampai diperoleh indikator, untuk kemudian disusun item-item yang diperlukan untuk sebuah instrumen penelitian.

Sementara itu Elazar J. Pedhazur mengemukakan tiga pendekatan dalam Validasi konstruk yaitu : 1). Logical analysis; 2). Internal structure analysis; 3). Cross-structure analysis. Analisis logis dalam konteks validasi konstruk dimaksudkan untuk membentuk hipotesis pembanding sebagai alternatif penjelasan berkaitan dengan konstruk/konsep yang akan diukur, hubungan antar konsep dan yang sejenisnya. Dalam pendekatan ini langkah yang diperlukan adalah pendefinisian konstruk/konsep, penentuan kesesuaian isi item dengan indikator, serta penentuan prosedur pengukuran.

Analisis struktur internal merupakan pendekatan kedua dalam validasi konstruk, analisis ini berkaitan dengan validitas indikator dari suatu konsep/konstruk, artinya indikator-indikator yang digunakan bersifat homogin (dalam tingkatan minimum) serta mengukur konsep yang sama (terdapatnya kesesuaian antara indikator-indikator dengan konsepnya).Sementara itu analisis struktur silang berkaitan dengan pengkajian analisis internal dari masing-masing konsep terhubung (yang unobservable) yang dihubungkan pada tataran empirisn

Senin, 24 September 2007

sinta_tugas 3

Nama Madrasah : Mts Unwaanunnajah Kelas : VII

Alamat : Jl. Komplek PPI II No.21 Semester : 1 (satu)

Nama Siswa : Egi Ginas Melano Tahun Pelajaran : 2006/2007

Nomor Induk :

A.

Mata Pelajaran

Aspek Penilaian

Nilai

Catatan Guru

Angka

Huruf

1.

Pendidikan Agama Islam

a. Al-Qur’an dan Hadits

Penguasaan Ilmu/Pengetahuan

46

Empat enam

Kompetensi tidak tercapai

Penerapan / Pengamalan

56

Lima enam

b. Akidah dan Akhlak

Penguasaan Ilmu / Pengetahuan

0

Enam nol

Kompetensi tercapai

Penerapan Ilmu / Pengetahuan

60

Enam nol

c. Fiqih

Penguasaan Ilmu / Pengetahuan

60

Enam nol

Kompetensi tercapai

Penerapan / Pengamalan

60

Enam nol

d. SKI

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

62

Enam dua

Kinerja Ilmiah

2.

Bahasa dan Sastra Indonesia

Mendengarkan

50

Lima nol

Kompetensi tidak tercapai

Berbicara

50

Lima nol

Membaca

50

Lima nol

Menulis

50

Lima nol

Apresiasi Sastra

3.

Bahasa Arab

Mendengarkan

60

Enam nol

Kompetensi tercapai kecuali menulis dan membaca

Berbicara

53

Lima tiga

Membaca

51

Lima satu

Menulis

60

Enam nol

4.

Bahasa Inggris

Mendengarkan

60

Enam nol

Kompetensi tercapai

Berbicara

60

Enam nol

Membaca

60

Enam nol

Menulis

60

Enam nol

5.

Matematika

Pemahaman dan Konsep

41

Empat satu

Kompetensi tidak tercapai

Penalaran dan Komunikasi

36

Tiga enam

Pemecahan Masalah

38

Tiga delapan

6.

Ilmu Pengetahuan Alam

Pemahaman dan Penerapan Konsep

65

Enam Lima

Kompetensi tercapai

Kinerja Ilmiah

70

Tujuh nol

7.

Ilmu Pengetahuan Sosial

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

50

Lima nol

Kompetensi tidak tercapai

Penerapan

50

Lima nol

8.

Pendidikan Kewarganegaraan

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

57

Lima tujuh

Kompetensi tidak tercapai

Penerapan

9.

Seni Budaya

Apresiasi

60

Enam nol

Kompetensi tercapai

Kreasi

60

Enam nol

10.

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Permainan dan Olahraga

63

Enam tiga

Kompetensi tercapai

Aktivitas Pengembangan

60

Enam nol

Uji diri / Senam

72

Tujuh dua

Aktivitas Ritmik

76

Tujuh enam

Pilihan ……………………………

67

Enam tujuh

11.

Keterampilan/ Teknologi Informasi dan Komunikasi

Etika Pemanfaatan

60

Enam nol

Kompetensi tercapai

Pengolahan dan Pemanfaatan Informasi

60

Enam nol

Penugasan Proyek

60

Enam nol

B.

Muatan Lokal

a. BTQ

Kompetensi tercapai kecuali penerapan

Penguasaan Ilmu

60

Enam nol

Penerapan

55

Lima lima

Jumlah Nilai

2224

Rata-rata

57

Peringkat Kelas ke :

Nama Madrasah : Mts. Unwaanunnajah Kelas : VII

Alamat : Jl. Komplek PPI II No.21 Semester ke : 1 (satu)

Nama Siswa : Egi Ginar Melano Tahun Pelajaran : 2006/2007

Nomor Induk : ………………………………

Kegiatan Ekstrakurikuler

No.

Jenis Kegiatan

Nilai

Keterangan

1.

Pramuka

B

2.

…………………………

3.

…………………………

PERILAKU

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

KEGIATAN BELAJAR PEMBIASAAN

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

KETIDAKHADIRAN / ABSENSI

Nomor

Alasan

Hari

1

Sakit

2

Izin

3

Tanpa Keterangan

Diberikan di : Pondok Aren

Mengetahui Tanggal : 30 Desember 2006

Orang Tua / Wali Wali Kelas

( ……………………………….. ) ( Muhammad Zuhr S.Ag )